Senin, 30 Mei 2011

KEBIJAKAN EKONOMI

A. Kondisi Ekonomi Nasional Tahun 2009 dan Tahun 2010
1. Kondisi Ekonomi Nasional Tahun 2009
Perkembangan perekonomian global yang terus menunjukkan pemulihan telah berdampak pada ekonomi domestik. Perekonomian Indonesia berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula, baik untuk tahun 2009 maupun 2010. Pertumbuhan PDB pada tahun 2009 mencapai 4,5%, lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 3,9%. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi masyarakat meningkat, pendapatan ekspor makin meningkat, dan daya beli masyarakat semakin meningkat karena faktor musiman menjelang hari raya. Kinerja investasi mulai membaik, meskipun masih tumbuh rendah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan membaiknya ekonomi negara mitra dagang, serta meningkatnya harga komoditas global. Sementara itu, pertumbuhan impor tahun 2009 mengalami penurunan 25,03% dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan restoran, tumbuh membaik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik juga terkonfirmasi oleh peningkatan perekonomian daerah. Secara umum, perekonomian daerah masih menunjukkan kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi di seluruh wilayah, yang didukung juga mulai meningkatnya realisasi belanja modal pemerintah daerah (APBD) secara umum  pada akhir tahun 2009.
Dari sisi harga, inflasi tahun 2009 mengalami penurunan pada level 2,78% (y-o-y) yang merupakan angka inflasi terendah selama 10 tahun terakhir. Rendahnya tekanan inflasi selama tahun 2009 terkait dengan ekspektasi inflasi yang membaik, antara lain kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM dan tarif transportasi, nilai tukar rupiah yang menguat, perkembangan harga komoditas global yang masih rendah serta relatif stabilnya harga pangan juga memberikan sumbangan yang positif pada rendahnya inflasi.
Membaiknya perekonomian global, terutama negara mitra dagang berpotensi memberi dampak positif pada kinerja neraca pembayaran Indonesia yang mencapai surplus sekitar US$ 12 milyar, didukung oleh surplusnya transaksi berjalan dan transaksi modal maupun finansial. Cadangan devisa akhir tahun 2009 tercatat US$ 66,1 milyar, atau setara kemampuan mengimpor selama 6,6 bulan ditambah kemampuan membayar seluruh hutang luar negeri pemerintah.
Neraca pembayaran yang semakin membaik turut mendorong kestabilan nilai tukar rupiah. Penguatan rupiah ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang masih kuat seperti tercermin pada neraca transaksi berjalan yang surplus, imbal hasil yang menarik, serta persepsi resiko yang membaik, sehingga menjadi daya tarik bagi investor asing. Selain itu, sentimen positif ekonomi global turut mendukung derasnya arus masuk modal asing ke Indonesia. Nilai tukar mata uang rupiah juga relatif masih kompetitif dibandingkan mata uang negara kawasan Asia. Selama tahun 2009, rupiah mengalami apresiasi sejak triwulan II hingga mencapai level Rp. 9.400 per US$ pada akhir tahun 2009, atau menguat 16% sejak triwulan II tersebut.
Kebijakan moneter yang akomodatif sepanjang tahun 2009 ikut mendukung kinerja perekonomian. BI rate terus diturunkan hingga Agustus 2009, masing-masing 50 bps (basis poin) per bulan selama Januari - Maret dan 25 bps per bulan sepanjang April – Agustus, kemudian dipertahankan sejak bulan September 2009 hingga saat ini pada level 6,5%. Kebijakan ini juga didukung langkah - langkah di tatanan operasional seperti memperkuat operasi pasar terbuka, memperbaiki struktur suku bunga untuk mendukung proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.
Di sektor perbankan, kondisinya relatif stabil dan respons perbankan terhadap sinyal kebijakan moneter mulai membaik. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada tahun 2009 mencapai level 17,4% dengan profitabilitas yang relatif memuaskan, serta kondisi likuiditas yang cukup terpelihara.
2.  Kondisi Ekonomi Nasional Tahun 2010
Dengan melihat perkembangan ekonomi makro tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun  2010 akan  tumbuh 5,2%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5 – 4,0%. Prospek pertumbuhan ini disebabkan oleh kondisi eksternal yang lebih kondusif dengan pulihnya ekonomi dunia. Namun pemulihan global ini tergantung pada kesuksesan exit policy di negara-negara maju dan mitra dagang Indonesia.
Prospek perekonomian di atas akan menghadapi tantangan yang tidak ringan, yaitu mendorong struktur pertumbuhan yang lebih seimbang melalui peningkatan investasi. Upaya ini membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan perbaikan iklim investasi.
Sementara itu asumsi pertumbuhan ekonomi sesuai RAPBN 2010 sebesar 5,8% atau naik dari asumsi sebelumnya sebesar 5,5%, sedangkan inflasi sebesar 5,3%. Nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp. 9.200 dan harga minyak sementara masih diasumsikan sebesar US$ 80/barel.
Dari sisi prospek inflasi, trend penurunan inflasi di tahun 2009 diperkirakan masih berlanjut, namun memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi inflasi. Dari sisi non fundamental, kenaikan tekanan inflasi diperkirakan bersumber dari kenaikan beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Inflasi volatile food diperkirakan cukup rendah sejalan dengan pasokan dan distribusi bahan pangan dan energi yang cukup terjaga. Tingkat inflasi yang rendah dalam jangka menengah ini sangat relevan untuk menjaga daya saing perekonomian domestik, terutama dalam menghadapi ASEAN Economic Community pada tahun 2015.
BI rate akan tetap dipertahankan pada level 6,5%. Level BI rate tersebut masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5,5 ± 1%. Di sisi lain, kebijakan tersebut juga masih kondusif bagi proses pemulihan  perekonomian dan intermediasi perbankan.

B.  Prediksi Perekonomian Nasional Tahun 2011
Berdasarkan pada RKP 2011, Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada : pertumbuhan  ekonomi  yang berkualitas, menjaga stabilitas ekonomi dan menciptakan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Oleh karena itu, maka pertumbuhan PDB diperkirakan akan mencapai 6,3% yang didorong oleh Konsumsi, Investasi dan Ekspor.
Inflasi y-o-y diperkirakan akan berada pada 5,7% seiring dengan trend apresiasi nilai tukar rupiah dan membaiknya daya beli ekonomi masyarakat. Perkiraan inflasi ini akan diikuti oleh penurunan suku bunga SBI 3 bulan antara 6,3 – 6,7%, yang diharapkan dapat mempertahankan tingkat suku bunga riil yang tetap kompetitif di dalam negeri. Nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp. 9.100 sampai dengan Rp. 9.400 dan harga minyak mencapai US$ 83,5/barel.

C. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2009 dan Tahun 2010
1.  Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2009
Perkembangan perekonomian global dan nasional yang terus menunjukkan perkembangan positif diharapkan juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sehingga berpotensi tumbuh lebih tinggi pada tahun 2010.  Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 4,70%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 5,46%.
Penurunan pertumbuhan sektor industri pengolahan tampaknya merupakan penyebab utama karena dalam struktur ekonomi Jawa Tengah, sektor ini merupakan kontributor terbesar (33,10% pada tahun 2008). Indikasi terjadinya penurunan pertumbuhan sektor industri pengolahan disebabkan oleh krisis keuangan global, sehingga terjadi penurunan ekspor (tekstil, meubel, produk-produk kayu dan lain-lain) akibat melemahnya permintaan negara tujuan ekspor yang sedang mengalami krisis finansial dan krisis ekonomi. 
Inflasi Jawa Tengah sampai akhir tahun 2009 sebesar 3,32%, menurun dibanding tahun 2008 yang mencapai 9,55% (lihat tabel 3.2). Dari sisi kelompok barang  dan jasa, rendahnya  inflasi dipengaruhi  oleh kecenderungan  rendah  dan stabilnya Indeks Harga Konsumen (IHK) yang terjadi pada tujuh kelompok barang dan jasa. Inflasi terendah diperkirakan terjadi pada kelompok pendidikan (2,7 – 3,2%) dan kelompok kesehatan (3,0 – 3,5%), hal ini sejalan dengan orientasi kebijakan pemerintah dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berimplikasi pada penurunan biaya pendidikan dan kesehatan. Sedangkan inflasi tertinggi diperkirakan terjadi pada kelompok makanan jadi (6,5 – 7,0%) dan kelompok sandang (5,7 – 6,2%).
Di sisi lain suku bunga perbankan pada level yang kondusif, sehingga secara bertahap mendorong permintaan dan realisasi kredit, baik untuk konsumsi masyarakat maupun investasi.
2.  Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2010
Mendasarkan pada kondisi perekonomian tahun 2008 dan 2009, maka pada Triwulan I 2010 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6% (y-o-y) atau 6,5% (q-o-q). Sementara itu, inflasi tahun 2009 sebesar 3,32% dan sampai dengan bulan Mei 2010 inflasi mencapai 3,74%.
Peningkatan pertumbuhan pada kisaran 0,55% - 1,50% adalah moderat dengan mengacu pada sumber pertumbuhan ekonomi : pertama, dari sisi produksi, sektor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) yang mempunyai kontribusi sebesar 19,90%. Sektor pertanian sebesar 19,70% dan industri pengolahan sebesar 31,40%, meskipun pada tahun 2009 mengalami penurunan pertumbuhan tetapi perannya masih dominan. Sektor industri pengolahan diperkirakan akan mengalami perbaikan seiring dengan dampak krisis global yang semakin mereda. Kondisi ini merupakan sinyal kuat bahwa sektor industri pengolahan harus ditingkatkan kinerjanya karena selain perannya yang dominan juga dapat meningkatkan peluang terciptanya tenaga kerja baru. Hal ini merupakan salah satu alternatif untuk menjawab persoalan pengangguran di Jawa Tengah, apalagi jika disinergikan dengan sektor pertanian (agroindustry) yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja.
Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi pendorong  pertumbuhan  PDRB.  Berbagai kebijakan fiskal pada berbagai bidang yang berimplikasi pada peningkatan daya beli masyarakat dapat memacu konsumsi sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Investasi diperkirakan mulai naik, seiring berangsur pulihnya aktivitas perekonomian, terutama perekonomian domestik. Optimisme ini  didasarkan  atas : pertama, dipertahankannya BI rate pada tingkat yang relatif rendah (6,50%) sampai dengan saat ini akan menjadi insentif bagi pengusaha untuk memanfaatkannya dalam kegiatan investasi. Kedua, pulihnya perekonomian dunia terutama negara-negara tujuan ekspor Indonesia akan meningkatkan ekspor sekaligus memulihkan aktivitas industri pengolahan.
Tekanan inflasi diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 5,5 + 1%. Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan disumbang oleh naiknya perubahan harga barang yang di impor (imported inflation) dan potensi kenaikan harga komoditas. Selain itu, adanya kenaikan permintaan domestik diperkirakan juga menjadi salah satu faktor, yaitu berupa kenaikan UMK, kenaikan gaji PNS, dan akan dilaksanakannya Pilkada di 17 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Perlu diwaspadai adanya potensi ketidaklancaran distribusi di beberapa daerah dan kemungkinan terjadinya supply shock pada beberapa komoditas penting seperti minyak tanah, elpiji, minyak goreng, beras dan gula pasir perlu diantisipasi lebih dini guna mengendalikan laju inflasi tahun depan.
Berlakunya perdagangan bebas, khususnya ASEAN - China Free Trade Agreement (ACFTA) bukan tidak mungkin akan berdampak negatif terhadap produsen dalam negeri terutama yang memproduksi barang-barang yang bersifat substitusi dengan barang-barang produksi China. Oleh karena itu selain mengupayakan peningkatan kualitas serta daya saingnya di pasar domestik maupun global juga harus diupayakan kebijakan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi yang lebih transparan, efektif dan efisien antara negara-negara anggota untuk meminimalisir dampak negatif perdagangan bebas.

D. Prospek Ekonomi Daerah Tahun 2011
Prediksi perekonomian tahun 2011 diharapkan akan lebih baik  dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didukung dengan gerakan “Bali Ndeso Mbangun Deso” yang berorientasi pada perdesaan, dimana program-program diarahkan pada kegiatan yang langsung menyentuh pada masyarakat, bersifat padat karya dan merupakan upaya konkrit dalam rangka mendorong perkembangan sektor riil. Pada akhirnya, hal-hal tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan kinerja perekonomian Jawa Tengah secara utuh.
Faktor-faktor internal yang masih perlu diantisipasi, antara lain semakin terbatasnya sumber-sumber pendapatan karena pengalihan pengelolaan pendapatan daerah ke Kabupaten/Kota antara lain : Retribusi Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Pajak dan Retribusi Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan dan Bawah Tanah (APTABT), serta Retribusi Tertib Pemanfaatan dan Pengendalian Kelebihan Muatan.
Di sisi lain program penanggulangan bencana dan penanggulangan berbagai penyakit, kondisi pasca Pilkada, tuntutan kenaikan upah ketenagakerjaan, serta penurunan daya beli masyarakat secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja sektor riil. Sedangkan faktor eksternal antara lain dampak terjadinya perubahan ekonomi global khususnya pasar bebas, fluktuasi perekonomian negara-negara maju dan perubahan harga minyak dunia yang belum stabil.
Tantangan ke depan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi pengangguran, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana visi Jawa Tengah.
Di sisi lain, makin intensifnya pasar bebas/globalisasi menuntut peningkatan kualitas produk barang dan jasa secara lebih kompetitif. Untuk itu dalam rangka mendorong kemandirian ekonomi dan daya saing produk-produk lokal di pasar regional ataupun global, tantangan ke depan adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas barang dan jasa secara bertahap dengan tetap mengacu pada Standar Mutu Nasional maupun Standar Mutu Internasional serta kejelasan akan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Pertumbuhan diarahkan pada perekonomian berbasis pembangunan pertanian dan UMKM  yang tangguh dan sinergis dengan usaha skala besar. Semakin kondusifnya iklim investasi, sehingga dapat menarik investor dalam dan luar  negeri  untuk  menanamkan modalnya di Jawa Tengah. Di sisi lain, pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, juga menjadi faktor pendukung dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011, diproyeksikan tidak jauh berbeda dari prediksi angka nasional, berada pada kisaran 5,75 – 6,25%, sementara angka laju inflasi diperkirakan akan berada dibawah 2 digit (5 – 5,5%),  dengan perkiraan ICOR sebesar 3,5. PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku diprediksikan dapat mencapai kurang lebih Rp. 439,473 trilyun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas harga terjaga, maka pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan menurun. Pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi sekitar 6,32% dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 15 - 16%.
Kebutuhan investasi sebagai komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,75 – 6,25%, diperkirakan akan mencapai Rp. 92,307 trilyun. Proporsi komposisi investasi terdiri dari PMA/PMDN dengan skala usaha menengah besar sebesar 45%  (terdiri dari Migas 15% dan Non Migas 30%) atau Rp. 41,538 trilyun;  Belanja Modal Pemerintah yang terdiri dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota sebesar 9% atau Rp. 8,308 trilyun; Lembaga Keuangan sebesar 14% atau Rp. 12,923 trilyun; sisanya sebesar 32% atau Rp. 29,538 trilyun merupakan investasi masyarakat dengan skala usaha mikro dan kecil.
Untuk mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan investasi swasta dan berkembangnya sektor riil, diperlukan berbagai kebijakan pemerintah, meliputi: penciptaan iklim kondusif bagi dunia usaha, promosi terpadu, dorongan program intermediasi perbankan, kepastian hukum untuk dunia usaha, peningkatan produktivitas tenaga kerja, penyediaan infrastruktur yang memadai serta kebijakan tata ruang yang konsisten. Disamping itu penajaman belanja Pemerintah dalam rangka mendorong stimulus ekonomi riil bagi masyarakat. 

E. Arah Kebijakan Perekonomian
Sejalan dengan arah kebijakan ekonomi makro nasional 2011 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menjaga tingkat konsumsi masyarakat, meningkatkan investasi dan ekspor serta mendorong industri pengolahan, maka fokus kebijakan perekonomian Provinsi Jawa Tengah adalah :
  1. Peningkatan dan pengembangan peran UMKM dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan berorientasi ekspor, serta pengembangan kewirausahaan untuk mendorong daya saing;
  2. Peningkatan dan pengembangan struktur perekonomian daerah melalui pengembangan potensi dan produk unggulan daerah yang berorientasi ekspor dan memiliki daya saing melalui sinergi sektor hulu dan hilir;
  3. Peningkatan dan pengembangan produk dan produktivitas pertanian, perikanan, kelautan, dan kehutanan yang bertumpu dan berorientasi pada sistem agrobisnis guna mempertahankan swasembada dan ketahanan pangan;
  4. Peningkatan kualitas dan diversifikasi produk, pemanfaatan teknologi, kelembagaan, dan sarana prasarana pendukung pengolah hasil pertanian, perindustrian, perdagangan, dan pariwisata;
  5. Peningkatan ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan cadangan pangan masyarakat, daerah, dan perbaikan distribusi pangan.
Dalam rangka membangun dan mengembangkan jaringan bisnis ekonomi lokal melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang diarahkan pada pengelolaan usaha oleh pelaku bisnis secara mandiri, fokus sasarannya adalah :
  1. Terwujudnya masyarakat yang pro aktif dan tanggap dalam mengantisipasi peluang yang tersedia;
  2. Tersusunnya peraturan/regulasi yang mendukung pemberdayaan masyarakat;
  3. Berkembangnya UMKM dengan mempermudah akses permodalan, mekanisme kinerja kelembagaan UMKM, akses pasar dan jaminan ketersediaan transportasi serta perlindungan yang memadai;
  4. Berkembangnya daerah penyangga bahan baku bagi UMKM, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna;
  5. Berkembangnya pasar regional dan internasional serta menjaga kesinambungan pasar yang sudah ada.
Selanjutnya  untuk memanfaatkan  potensi  ekonomi lokal melalui kerjasama lokal,  regional  dan  antar  wilayah  dalam  mendukung  pengembangan  ekonomi daerah provinsi guna meningkatkan daya  tarik investasi, fokus sasarannya adalah :
  1. Terbentuknya jejaring kerjasama antar daerah dan antar lembaga yang semakin mantap dan sinergis dalam bidang-bidang yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan perekonomian daerah dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
  2. Terpenuhinya sarana dan prasarana pelaksanaan kerjasama antar lembaga daerah dan wilayah;
  3. Meningkatnya ketahanan pangan melalui sistem kewaspadaan pangan dan gizi, lumbung pangan dan desa mandiri pangan;
  4. Meningkatkan produktivitas pertanian melalui pertanian terpadu, benih bermutu, pengendalian hama terpadu, optimalisasi pupuk organik dan penerapan teknologi tepat guna;
  5. Meningkatnya kualitas manajemen pariwisata, yang mendukung pengembangan ekonomi lokal;
  6. Meningkatnya kualitas forum pengembangan ekonomi daerah di Kabupaten atau Kota se Jawa Tengah;
  7. Berkembangnya potensi lokal melalui pendekatan klaster dan kawasan, khususnya pertanian, industri dan pariwisata;
  8. Memperkuat kemandirian wilayah melalui pengembangan klaster dan Regional Economic Development Strategic Program (RED-SP) dalam rangka memberdayakan dan mengoptimalkan potensi lokal;
  9. Meningkatnya kualitas pelayanan publik meliputi peningkatan sistem pelayanan, sarana dan prasarana serta regulasi melalui PPTSP;
  10. Meningkatnya kapasitas Pemerintah Daerah, meliputi peningkatan partisipasi dan kelembagaan masyarakat, sumberdaya manusia, sarana prasarana dan kelembagaan aparatur serta pengamanan aset;
  11. Meningkatnya partisipasi sektor swasta dalam pembangunan daerah khususnya dalam bidang infrastruktur dan sarana prasarana daerah.

Kebijakan  pembangunan  Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011  secara umum  ditujukan  dalam  rangka  percepatan dan prioritas sasaran, yaitu :  1) Peningkatan   potensi dan ekonomi kerakyatan dengan pendekatan komoditas dan kawasan yang didukung oleh pembangunan pertanian dalam arti luas; 2) Peningkatan akses, kualitas layanan dan pengembangan SDM serta penilaian nilai-nilai budaya; 3) Peningkatan pembangunan perdesaan, kualitas derajat kesehatan dan sosial masyarakat dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan; 4) Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang dalam upaya pemulihan daya dukung dan daya tampung lingkungan  serta pengurangan potensi ancaman bencana; 5) Peningkatan pelayanan publik, penyelenggaraan Good Governance, kapasitas dan kapabilitas aparatur serta penegakan hukum dan HAM.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka rancangan anggaran berdasarkan proyeksi pendapatan dan belanja daerah tahun 2011 disusun untuk mendukung terwujudnya arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang selaras dengan gerakan “Bali Ndeso Mbangun Deso”. Oleh karena itu prioritas pembangunan daerah difokuskan pada program maupun kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat, mendorong sektor riil, padat karya melalui program-program yang mengarah pada pertanian dalam arti luas, koperasi dan UMKM serta pelayanan dasar masyarakat.
Pada tahun 2011, pendapatan daerah akan mengalami penurunan atau potensial loss yang cukup signifikan. Hal ini antara lain disebabkan oleh kebijakan stimulus fiskal dari Pemerintah Pusat, pemberlakuan Retribusi Tertib Pemanfaatan dan Pengendalian Kelebihan Muatan menuju 0% (zero loading), Retribusi TPI dan ABT yang diserahkan Kabupaten/Kota, dan kebijakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk RSUD. Mendasarkan pada hal tersebut maka PAD untuk tahun 2011 diprediksi hanya akan mengalami kenaikan sebesar 0,88% dari tahun sebelumnya. Namun apabila kebijakan pengembangan terhadap sektor riil terus dilakukan akan dapat mendorong kenaikan PAD yang cukup signifikan.
Sesuai dengan prediksi kebutuhan untuk pembiayaan program dan kegiatan tahun 2011 diperlukan Belanja Langsung sebesar Rp. 2,522 trilyun yang akan digunakan untuk melaksanakan Urusan Wajib dan Pilihan sesuai dengan tahapan percepatan prioritas sasaran.
Berdasarkan hal tersebut, persentase Prakiraan Maju Anggaran pada komponen Belanja Langsung (tidak termasuk program pendukung operasional kantor).
http://bappedajateng.info/index.php?option=com_content&view=article&id=860:bab-iii-kebijakan-ekonomi&catid=91:rkpd-prov-jateng-2011&Itemid=152

Tidak ada komentar:

Posting Komentar