Pengertian
Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[1]
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[1]
Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap
masalah yang kan diteliti.[2] Hipotesis
menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan
hipotesis tersebut.[2] Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja
dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.[2] Kesengajaan
ini disebut percobaan atau eksperimen.[2] Hipotesis
yang telah terujikebenarannya disebut teori.[2]
Contoh:
Apabila terlihat awan
hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan
(menduga-duga) berdasarkanpengalamannya bahwa
(karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila
ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah,
dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka
hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal
dari bahasa Yunani: hypo =
di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.[3]
Artinya,
hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti
kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.[3] Dalam
penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis,
tidak ada perbedaan makna di
dalamnya.[3]
Ketika
berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah
anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.[3] Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.[3] Proposisi
inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di
antaranya, yaitu penelitian
sosial.[4]
Proses pembentukan
hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui
tahap-tahap tertentu.[3] Hal demikian
juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar,
teliti, dan terarah.[3] Sehingga,
dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang
langsung dapat diuji.[4]
Kegunaan
Hipotesis merupakan
elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian
kuantitatif.[2] Terdapat
tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:[5]
1.
Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan
permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat
dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
2.
Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan
benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
3.
Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena
membuat ilmuwan dapat keluar
dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan
benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang
menyusun dan mengujinya.
Hipotesis dalam penelitian
Walaupun hipotesis
penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua
penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.[6] Penggunaan
hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian.[2] Dalam
masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan
hipotesis atau tidak.[2] Contohnya
yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya
untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak
menggunakan hipotesis.[2] Hal ini sama
dengan penelitian
deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab
hanya membuat deskripsi atau mengukur
secara cermat tentang fenomena yang
diteliti,[7] tetapi ada
juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis.[8] Sedangkan,
dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah
keharusan untuk menggunakan hipotesis.[9]
Fungsi penting
hipotesis di dalam penelitian,
yaitu:[10]
1.
Untuk menguji teori,
2.
Mendorong munculnya teori,
4.
Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
5.
Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang
akan dihasilkan.
Karakteristik
Satu hipotesis dapat
diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.[2] Kegagalan
merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.[2] Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih
abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar
diuji secara nyata.[4]
Untuk dapat
memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki
beberapa ciri-ciri pokok, yakni:[11]
1.
Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan
dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan
tujuan penelitian.
2.
Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan
secara operasional. Aturan untuk, menguji satu
hipotesis secara empiris adalah
harus mendefinisikan secaraoperasional semua variabel dalam
hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3.
Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan
gambaran mengenai fenomena yang
diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas
menyatakan kondisi, ukuran,
atau distribusi suatu
variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4.
Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan
preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di
dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5.
Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan
menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk
mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis
bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan
data, analisis data, maupun generalisasi.
6.
Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat
spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik
yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit
yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan
dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau
negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis
akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana
kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan
hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis
yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara
variabel yang akan dihipotesiskan.
7.
Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan
antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang
diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap
pembentukan hipotesis secara umum
Tahap-tahap
pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah
yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak
atau tidak dapat diterangkan berdasarkanhukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui.[3] Dasar
penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.[3] Dalam proses
penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.[3]
2.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary
hypothesis).[4]
Dugaan atau anggapan
sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan.[4] Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah.[3] Tanpa
hipotesa preliminer, pengamatan tidak
akan terarah.[4] Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan
dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi.[3] Karena tidak
dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum
penelitian sebenarnya dilaksanakan.[4]
Dalam penalaran
ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya
didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.[3]
4.
Formulasi hipotesa.[3]
Pembentukan hipotesa
dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa
tentang hal ini.[3] Hipotesa
diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta.[3] Sebagai
contoh sebuah anekdot yang
jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum
gravitasi.[3]
5.
Pengujian hipotesa
Artinya, mencocokkan
hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati[3] dalam
istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).[3] Apabila
hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi.[3] Falsifikasi(penyalahan) terjadi jika usaha
menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa. Bilamana
usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang
dinamakan koroborasi (corroboration).[3] Hipotesa
yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.[3]
Apabila hipotesa itu
benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan
fakta.[3] Kemudian
harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.[3]
Hubungan hipotesis
dan teori
Hipotesis ini
merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas
suatu masalah dan kemudian
diuji secara empiris.[12] Sebagai
suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau
lebih variabel yang di
dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.[12] Hipotesis
ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.[12] Pernyataan
hubungan antara variabel,
sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan
sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah
dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian.[12] Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan
hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah
yang diteliti atau dipelajari dalampenelitian.[12] Dalam
penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori.
Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.[12]
Agar teori yang
digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam
kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang
nyata yang dapat diamati dan diukur.[12] Cara yang
umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat
keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk
fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur.[12] Proposisi
yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan
antar-variabel.[12] Proposisi
seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.[12]
Jika teori merupakan
pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau
teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan
antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris).[12] Hipotesis menghubungkan
teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan
pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.[12] Oleh sebab
itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk
yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag
hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative
statements about reality).[12]
Oleh karena teori
berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak
memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak
mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak
memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada.[13] Kemudian,
karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori,
tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu
fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh
tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam
kerangka teoritis.[12] Jadi,
sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis
bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis
penelitian atau hipotesis kerja.[12] Dengan kata
lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke
hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya
yang terjadi.[12]
Catatan kaki
2.
^ a b c d e f g h i j k (Inggris) Uma
Sakaran, Research Methods for Business: A Skill Building Approach, second
edition, New York: John Wiley& Sons, Inc, 1992, page. 7-19
3.
^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Logika Dasar,
tradisional, simbolik, dan induktif. Soekadijo.R.G. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 1993
4.
^ a b c d e f g (Inggris) Paul.D.
Leedy and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research
Edisi 8 [2005]. Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall. Page 156-209
5.
^ (Inggris) Fred
N. Kerlinger. 1995. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung
R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 30
6.
^ (Inggris) James
A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metoda dan Masalah Penelitian Sosial.
Bandung, Eresco, hal.121.
7.
^ Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi, penyunting. 1989. Metode Penelitian Survei.
Jakarta: LP3ES, hal. 5.
8.
^ (Inggris) L.R.
Gay and P.L. Diehl.1992. Research Methods for Bussiness and Management. New
York: MacMillan Publishing Company, page. 65
9.
^ Suharsimi
Arikunto.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina
Aksara, hal. 64.
11. ^ (Inggris) Creswell,
John W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches, Second Edition. California: Sage Publication, page. 73
12. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) Robert
B. Burns. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. French Forest
NSW: Longman, page. 106-116.
13. ^ (Inggris) Nan
Lin. 1976. Foundations of Social Research. New York: MacGraw-Hill Book Company,
page. 8-25
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hipotesis